Evi Yandri Rajo Budiman : Partai Gerindra; taat dan patuh terhadap hukum, kecuali produk yang cacat secara hukum



INDSATU.COM - Beberapa orang yang mengaku anggota Forum Pemantau Kebijakan dan Informasi Publik (FPKIP) Sumatera Barat, menggelar aksi demo di kediaman Ketum Partai Gerindra, Prabowo Subianto, seperti yang diberitakan di beberapa media online Rabu, (3/11) lalu.


Beberapa orang yang turun dalam aksi kali ini meminta Prabowo Subianto untuk menindak Andre Rosiade selaku Ketua DPD Gerindra Sumatera Barat karena membela Dodi Hendra, Ketua DPRD Kabupaten Solok, Sumbar yang telah diberhentikan oleh Badan Kehormatan DPRD Kabupaten Solok sejak beberapa waktu lalu berdasarkan draf keputusan BK DPRD Kab. Solok.


“Saudara Andrea fatal, melindungi orang seperti Dodi ini. Pak Probowo bisa cek sendiri kasus-kasus hukum dan etika kedewanan yang ia buat tercela,” ungkap Rangan, dikutip dari carapandang.com.

Menanggapi aksi ini, Evi Yandri Rajo Budiman selaku Sekretaris DPD Gerindra Sumbar memberi penjelasan untuk menambah wawasan beberapa orang yang mengaku dari FPKIP Sumatera Barat ini.


"Iya, pertama kita tidak menemukan dimana kantor dan legalitas dari Forum ini. Kita tidak tau kaapn forum ini berdiri. Kita masih mencari tau apakah forum ini memang sudah lama, atau bagian dari By Desaint yang sengaja didirikan untuk satu kepentingan saja. Tapi meski demikian, kita beri sedikit pencerahan bagi orang - orang ini agar mereka memahami apa yang terjadi di Kab. Solok sejak beberaap waktu lalu," ungkap Evi Yandri kepada Eranusantara.co, Ju'mat, sore di ruang kerjanya.

"Perlu kita sampaikan, bahwa BK DPRD Kab. Solok belum pernah membuat keputusan pemberhentian terhadap saudara Dodi Hendra selaku Ketua DPRD Kab. Solok, tapi hanya mengeluarkan putusan BK. Kemudian, putusan yang dikeluarkan BK ini juga cacat formil dan cacat prosedural," jelas Evi Yandri.


"Kenapa ini dianggap cacat formil dan cacat ptosedural, ini berawal dari mosi tidak percaya yang dibuat oleh 5 fraksi yang ada di DPRD Kab. Solok pada 4 Juni 2021 lalu yang menuduh Dodi Hendra sangat arogan dan otoriter. Dalam putusan BK, pertama kita mengatakan dalam BK DPRD Kab. Solok sendiri terjadi konflik kepentingan, karena 4 dari 5 orang anggota BK adalah orang yang melayangkan mosi tidak percaya terhadap Dodi Hendra sehingga disinyalir mengabaikan azas independensi dan profesionalisme dalam menjalankan tugas dan wewenang sebagai badan kehormatan DPRD. Tak hanya itu, daalm pengambilan putusan BK juga menggabungkan dua pengaduan dalam satu perkara, yakni mosi tidak percaya dan pengaduan saalh satu guru honorer di SMP N 8 Kubung terhadap Dodi Hendra," paapr Evi Yandri menjelaskan.


Dalam dua pengaduan ini disebutkan bahwa Dodi Hendra arogan dan otoriter seperti yang tertuang dalam mosi tidak percaya yang dilayangkan kepada Dodi Hendra, namun BK menyatakan hal ini tidak terbukti dan tidak dapat diproses. Sementara pada pengaduan kedua yang dibuat oleh Misian Alen karena Dodi Hendra sudah melakukan interfensi terhadap dirinya melalui Dinas Pendidikan dengan meminta Dinas Pendidikan mencabut SK penugasannya sebagai guru honorer. 

"Terkait laopran Misian Alen, perlu kita jelaskan bahwa kejadian itu terjadi pada tahun 2020 lalu, saat Dodi Hendra belum menjadi ketua DPRD Kab. Solok, tapi masih anggota DPRD komisi 1 yang tugasnya adalah mengawasi salah satunya Dinas Pendidikan dan dalam menjalankan tugasnya, hak imunitasnya DPRD dilindungi oleh undang-undang. Oleh karena kejadian ini terjadi sebelum Dodi Hendra menjadi Ketua DPRD, tentu ini tidak bisa menggugurkan jabatan sebagai ketua DPRD," jelas Evi Yandri.


Bukan itu saja, dalam putusan BK DPRD Kab. Solok, tanggal 18 Agustus 2021  juga tidak tertuang Amar Putusan yang artinya dalam putusan itu tidak pernah tercantum bahwa Dodi Hendra diberhentikan sebagai Ketua DPRD. 


"Dalam putusan itu tidak ada Amar Putusan yang merupakan perintah yang harus dilakukan dalam sebuah putusan. Kemudian Putusan BK juga tidak ditanda tangani oleh ketua BK, tapi oleh pimpinan DPRD yakni Ivoni Munir dan Lucki Efendi, " tegas Evi.


Meski banyak kesalahan dan kejanggalan dalam Putusan yang dikeluarkan oleh BK DPRD Kab. Solok, Gubernur Sumbar pun selaku pemberi SK Ketua DPRD sampai hari ini belum mengeluarkan satu surat pun yang menyatakan mencabut SK Dodi Hendra selaku Ketua DPRD Kab. Solok.


"SK Ketua DPRD dikeluarkan oleh Gubernur Sumbar, tentu Gubernur Sumbar juga yang menyatakan Dodi Hendra berhenti sebagai Ketua DPRD. Jadi dari itu semua, putusan BK yang mana yang harus di penuhi oleh DPD Partai Gerindra Sumbar. Saya tegaskan, Partai Gerindra patuh terhadap hukum, kecuali produk yang cacat secara hukum. Atas hal ini Gerindra DPD Sumbar menilai apa yang dilakukan BK DPRD Kab. Solok itu adalah menzalimi kader, menzalimi ketua DPRD sebagai kader Gerindra, maka Gerindra harus menghormati fakta hukum. Justrul karena kita taat hukum makanya kita bela Dodi Hendra selaku kader Partai Gerindra," tegas Sekretaris DPD Gerindra Sumbar ini.(yendra)

Posting Komentar

0 Komentar

Selamat datang di Website www.indsatu.com, Terima kasih telah berkunjung.. tertanda, Pemred : Yendra