PERAN SASTRA DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER PESERTA DIDIK

 


Oleh : Jasril


INDSATU.COM - "Kecerdasan dapat dicapai dengan jalan studi oleh orang yang mempunyai karakter. Karena karakter itu pulalah ilmu dapat berjalan terus.” Bung Hatta. 

Kata-kata bijak dari Bung Hatta itu menandakan pentingnya karakter dalam memperoleh kecerdasan. Oleh sebab itu, mendidik karakter lebih utama daripada mendidik kecerdasan. Orang yang cerdas akan mudah tunduk dan melepaskan kebenaran ilmu pengetahuan yang ia yakini jika ia tidak memiliki karakter. Orang yang memiliki karakter akan mempertahankan kebenaran ilmu dan keyakinannya. Begitu pentingnya karakter, Hatta menekankan bahwa “Orang yang mempunyai karakter mudah mencapai kepintaran. Tetapi kepintaran saja tidak dapat membangun karakter yang tidak ada pada seseorang.

Bung Hatta sangat menekankan sistem pendidikan Indonesia haruslah berupa pendidikan, bukan pengajaran. Pendidikan yang mengutamakan karakter berada di depan, sementara pengajaran yang mengajarkan kecerdasan dan pengetahuan mengikut di belakangnya. Ilmu pengetahuan dan kecerdasan menjadi penopang dalam pembentukan karakter karena antara ilmu dan karakter memiliki simpul yang sama: kebenaran. Ilmu berusaha mencari sesuatu yang dianggap sebagai kebenaran, sedangkan karakter pangkalnya adalah cinta dan membela kebenaran.


Nilai-nilai Karakter

Karakter menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti. Karakter dapat diartikan sebagai tabiat, yaitu perangai atau perbuatan yang selalu dilakukan atau kebiasaan. Menurut Suyanto (2009) karakter sebagai cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, maupun negara. Selain itu, Pusat Kurikulum Kementerian Pendidikan Nasional (2011:10) merumuskan materi pendidikan karakter sebagai berikut: (1) religius, (2) jujur, (3) toleran, (4) disiplin, (5) kerja keras, (6) kreatif, (7) mandiri, (8) demokratis, (9) rasa ingin tahu, (10) semangat kebangsaan, (11) cinta tanah air, (12) menghargai prestasi, (13) bersahabat atau komunikatif, (14) cinta damai, (15) gemar membaca, (16) peduli lingkungan, (17) peduli sosial, tanggung jawab. Berdasarkan pendapat pakar di atas, pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut.


Sastra Sebagai Penanam Karakter

Sastra dapat digunakan sebagai media penggalian nilai-nilai luhur budaya bangsa. Nilai estetik dan puitik dalam karya sastra diyakini mampu memompa dan membangun karakter generasi muda. Mantan Presiden Amerika Serikat John F. Kenedy (JFK) yakin bahwa sastra mampu meluruskan arah kebijakan politik yang bengkok sehingga dia pernah mengatakan, “Ketika politik bengkok, sastra akan meluruskannya”. Kenyataan ini menunjukkan bahwa sastra sangat relevan menjadi alat atau petunjuk untuk mendidik/menanam nilai-nilai moral. Karya sastra merupakan satu dunia keindahan dalam wujud bahasa yang dari dirinya telah dipenuhi dengan nilai kehidupan dan realitas. Dengan demikian, karya sastra mengajak manusia merasakan kebenaran dan kejayaan kehidupan dengan segala eksistensinya. 

Dalam Wikipedia Indonesia, sastra merupakan kata serapan dari bahasa Sanskerta yang berarti “teks yang mengandung instruksi” atau “ajaran”. Jadi, sastra secara etimologis berarti alat untuk mendidik, alat untuk mengajar, dan alat untuk memberi petunjuk. Tjokrowinoto (dalam Haryadi, 1994) memperkenalkan istilah ”pancaguna” untuk menjelaskan manfaat kegiatan bersastra, yaitu (1) mempertebal pendidikan agama dan budi pekerti, (2) meningkatkan rasa cinta tanah air, (3) memahami nilai-nilai karakter yang terepresentasi dalam karya sastra, (4) menambah pengetahuan sejarah, (5) mawas diri dan menghibur. Oleh sebab itu, pemberdayaan karya sastra sebagai sarana untuk pendidikan sangat memungkinkan karena karya sastra dapat mengembangkan rasa, cipta, dan karsa mereka. Sastra dapat memperkaya pengalaman batin pembacanya, mengembangkan cita, rasa, dan karsa manusia.

Sastra memiliki fungsi utama sebagai penghalus budi, peningkatan rasa kemanusiaan dan kepedulian sosial, penumbuhan apresiasi budaya, dan penyalur gagasan, imajinasi dan ekspresi secara kreatif dan konstruktif. Secara luas fungsi sastra tersebut dapat dideskripsikan sebagai berikut: (1) Sastra dapat merangsang kita untuk memahami dan menghayati kehidupan yang ditampilkan pengarang dalam karyanya setelah melalui interpretasinya; (2) Sastra menyarankan berbagai kemungkinan moral, sosial, psikologis sehingga membuat orang dapat lebih cepat mencapai kematangan mental dan kemantapan bersikap yang terjelma dalam perilaku dan pertimbangan pikiran dewasa; (3) Melalui sastra murid dapat meresapi, menghayati secara imajinatif kepentingan-kepentingan di luar dirinya dan mampu melihat segala sesuatu dari sudut pandang yang lain, berganti-ganti menurut wawasan pengarang dan karya yang dihadapinya; (4) Melalui sastra, budaya atau tradisi suatu bangsa diteruskan secara regeneratif baik cara berpikir, adat-istiadat, sejarah, perilaku religius, maupun bentuk-bentuk budaya lainnya; (5) Karya sastra memberikan sesuatu kepada murid dalam hal mempertinggi tingkat pengenalan diri sendiri dan lingkungan, yang pada gilirannya akan dapat mempertinggi dan mempertajam kesadaran sosial (social awareness). 

Sebagai wujud menginjeksian pendidikan karakter dalam sastra kepada peserta didik, ada beberapa upaya yang bisa dilakukan sebagai berikut.

Cerpen

Pendidik bisa menggunakan perbandingan cerita pendek berdasarkan kejadian-kejadian dalam hidup para peserta didik. Bisa juga menggunakan cerita untuk memunculkan nilai-nilai karakter dengan menceritakan kisah hidup orang-orang besar. Dengan kisah nyata yang dialami orang-orang besar dan terkenal bisa menjadikan peserta didik akan terpikat dan mengidolakan serta ingin menjadi seperti idolanya tersebut.

2. Puisi (musikalisasi pusi)

Puisi baik yang dibacakan tanpa iringan musik maupun dengan iringan musik (musikalisasi puisi) akan memberi efek dalam bagi pendengarnya. Hasil penelitian bahkan menemukan bahwa bayi dalam kandungan bisa dipengaruhi dengan lagu yang diputar dekat perut ibunya. Dengan dasar ini pendidik bisa menggunakan puisi dan musikalisasi puisi untuk mengintegrasikan nilai-nilai karakter kepada peserta didik.

3. Drama

Pendidik bisa juga menggunakan drama sebagai media untuk melukiskan kejadian-kejadian yang berisikan nilai-nilai karakter. Pemutaran atau pementasan drama bisa menjadikan peserta didik lebih mudah memahami dan menyerap nilai-nilai karakter yang terkandung di dalamnya. Selain itu, tugas-tugas yang bisa dikerjakan di rumah dapat mengambil contoh tentang apa yang dilihat peserta didik di televisi kemudian pendidik akan menjelaskan sekaligus meluruskan nilai-nilai apa saja yang ada dalam film di televisi tersebut. Kegiatan ini mengoreksi nilai-nilai pendidikan karakter yang ada dalam pemikiran peserta didik.

4. Novel

Menggunakan novel sebagai media untuk mengungkapkan nilai-nilai karakter bisa dilakukan peserta didik melalui diskusi. Novel banyak memberikan kisah-kisah yang mampu menjadikan pembacanya berimajinasi dan masuk dalam cerita novel tersebut. Banyak penikmat novel yang terpengaruh dengan isi yang ada dalam novel, baik itu gaya berbicara, busana bahkan perilaku tentunya setelah membaca dan memahaminya. Hal ini sangat baik apabila pendidik mampu memasukkan pendidikan karakter untuk bisa mempengaruhi peserta didiknya.

5. Pantun

Peserta didik diajak membuat berbagai pantun nasehat untuk memunculkan berbagai nilai-nilai karakter dalam kehidupan peserta didik. Nasehat-nasehat yang dibuat akan menggores diingatannya, peserta didik akan mengaplikasikannya karena nasehat itu berasal dari dirinya sendiri untuk teman-temannya.

6. Cerita Lisan

Penggunaan sastra lisan dalam hal ini cerita rakyat sebagai menginjeksikan karakter merupakan sarana yang baik bagi peserta didik. Cerita yang digunakan adalah cerita yang dekat dengan kehidupan sehari-hari peserta didik. Dengan demikian, akan nilai-nilai karakter yang ada di dalamnya akan mudah ditangkap oleh peserta didik. 


Peran sastra dalam pembentukan karakter peserta didik tidak hanya pada nilai yang terkandung di dalamnya. Pembelajaran sastra yang bersifat apresiatif pun sarat dengan pendidikan karakter. Kegiatan membaca, mendengarkan, dan menonton karya sastra pada hakikatnya menanamkan karakter tekun, berpikir kritis, dan berwawasan luas. Pada saat yang bersamaan dikembangkan kepekaan perasaan sehingga siswa akan cenderung cinta kepada kebaikan dan membela kebenaran. Pada kegiatan menulis karya sastra, dikembangkan karakter tekun, cermat, taat, dan kejujuran. Sementara itu, pada kegiatan dokumentatif dikembangkan karakter ketelitian dan berpikir ke depan. (Ind001)


Posting Komentar

0 Komentar

Selamat datang di Website www.indsatu.com, Terima kasih telah berkunjung.. tertanda, Pemred : Yendra