SAYAP - SAYAP ADAN

Kisah terinspirasi dari ADAN - ZHAFIRA) Korban erupsi gunung Marapi, Sumatra Barat

 


INDSATU - Namaku Adan, pagi ini tubuhku seolah tidak percaya aku telah sampai ke puncak Marapi ini. Aku dan temanku melewati malam di Pintu angin, sebelum akhirnya sampai di puncak Marapi pada pagi ini. Matahari diufuk timur bersinar lembut menerangi cakrawala. Embunpun menampakkan kilaunya diatas batu cadas Marapi. Memandangi luasnya alam semesta, membuat aku terpukau. Aku takjub dengan keindahan Marapi ini. Alampun seolah - olah dipeluk erat oleh gunung besar ini.

  

 Pagi ini, dipuncak gunung Marapi, aku melihat asap kabut mengepul seolah - olah mengeluarkan mahkotanya dari dalam kawah. Sesekali aku mendengar suara desiran dari dalam dasar kawah Marapi. Tubuh ini sebenarnya lelah. Aku hampir tak berdaya, namun ada kekuatan yang terus mendorongku hingga sampai dipuncak ini. Aku bersyukur telah sampai dititik ini, berada di puncak gunung Marapi. Ini pertama kali bagiku sampai disini. Aku berada tepat berhadapan dengan kawah besar Marapi. Aku memutuskan duduk diatas sebuah batu memandangi kawah gunung aktif yang sangat indah ini. Aku duduk dalam waktu yang lama, seolah - olah mengajak kawah berdiskusi denganku.


     Sesekali aku sempatkan mengambil foto pemandangan puncak Marapi ini. Aku menikmatinya! Aku bersyukur telah sampai dipuncak ini. Aku melihat taman adelweis yang sangat indah dibalik kawah. Aku memandangi sebuah kawah yang sangat besar namun menakutkan. Ada puncak Merpati sebagai puncak tertinggi Marapi yang berjarak 300 meter dari sini. Nanti aku dan teman - teman juga akan kesana. Seketika aku sadar aku telah lapar. Aku mencoba mengorek isi sakuku, lalu kutemukan sebuah roti pemberian sahabatku Ilham. Lumayan, roti ini telah jadi penganjal perutku. Saat duduk memandangi kawah, dari arah belakang aku mendengar suara langkah kaki. Langkah - langkah yang tidak aku kenal sama sekali. Aku tidak menoleh kebelakang, aku hanya mendengar langkah - langkah itu saja. Sepertinya ada seseorang berusaha berjalan dari arah belakangku.


    Aku masih terus memandang ke arah kawah Marapi. Langkah kaki itu semakin terdengar kuat, berjalan menuju kearah aku duduk. Aku tetap tidak menoleh kebelakang seolah tidak peduli siapa pemilik langkah itu. Sampai akhirnya pemilik langkah itu berhenti tepat disampingku. Aku terkejut, seorang gadis cantik belia dengan jaket berwarna pink berhenti tepat berada disampingku. Aku menoleh kepadanya, dan disaat bersamaan dia juga membalas menoleh melihat aku sembari tersenyum. Gadis itu menatap mataku dengan senyuman tulus diantara barisan giginya yang indah. Hatiku berdebar melihat paras dan senyumnya yang menawan itu. Dia terlihat anggun dan mencerminkan seorang gadis yang ramah. Pertemuan ini sangat berkesan bagiku.


     Gadis itupun berlalu, dan melanjutkan perjalanannya ke arah bibir kawah. Namun aku tetap melihatnya berjalan. Aku melihat gadis itu seperti juga menyimpan rasa takjub berada dipuncak Marapi ini. Sesekali kuperhatikan gadis itu terlihat mengambil beberapa batu kerikil kecil dipinggir kawah api itu. Gadis itu terlihat penasaran dengan puncak gunung ini. Tak lama berselang, kemudian salah seorang teman perempuan gadis itu datang mengajaknya pergi ke arah puncak Merpati dan diikuti oleh teman - teman laki - lakinya. Mereka terlihat seperti rombongan mahasiswa.

    

Matahari mulai condong. Kami baru kembali dari puncak Merpati. Aku sempatkan diri shalat Zuhur dengan bertayamum. Aku dan teman - teman mulai mempersiapkan perbekalan untuk makan siang kami di tenda. Dari arah jauh, aku melihat kembali gadis tadi. Gadis itu tampak kegirangan bersama rombongan teman - temannya. Aku terus melihatnya, namun jantung ini menjadi semakin berdebar. "Ah, apa aku menyukai gadis itu?". Kata - kata itu terbesit dihatiku. Dari kejauhan, wajah dan ekspresi bahagia gadis itu membuat aku turut merasa bahagia pula. "Mungkin aku menyukainya" pikirku, atau "apakah ini yang dinamakan fatamorgana puncak gunung saja?". Aku dan teman - temanku melanjutkan makan siang. Sore ini kami mulai bersiap ingin kembali turun gunung. Sebelum turun, aku dan teman - teman menyempatkan diri berswafoto di tugu Abel di puncak Marapi.


    Aku kembali melihat gadis itu dengan teman - temannya, menuruni puncak Merpati (puncak tertinggi Marapi) berjalan ke arah kami di Tugu Abel. Terbesit dalam hati aku ingin menunggunya disini. Rombongan gadis itu semakin mendekat kearah kami. Jantungku berdebar - debar melihat gadis itu kembali mendekat. Tiba - tiba sahabatku memanggilku bergegas mengajakku untuk segera turun ke bawah. "Adan, ayok kita turun, jam sudah menunjukkan pukul 14.30 siang!", kata temanku. Aku tidak bisa menunggu gadis itu. Akupun turun bersama teman - temanku. Sesekali aku melihat ke atas ke arah tugu Abel, dan aku melihat gadis itu sudah berada disana bersama teman - temannya berfoto bersama - sama.


    Aku belum sempat berkenalan dengannya. Dalam hati aku memohon pada Tuhan agar aku bisa bertemu kembali dan berkenalan dengan gadis itu. Kamipun mulai menuruni bebatuan cadas. Cadas ini sangat curam, sehingga kami harus berhati - hati melangkah turun. Tak beberapa lama setelah kami melangkah turun, kami mendengar suara dentuman besar dari atas puncak Marapi. Terdengar seperti pesawat tempur dari dekat. Disusul bunyi dentuman gemuruh yang sangat kuat dan besar. "Apa yang terjadi?" Tubuh kami terkejut, dikejutkan oleh kepulan asap tebal hitam pekat dari arah puncak kawah. "Awas, itu gunung meletus!" kata Ilham. Bumi bergoncang. Kami saling memandangi penuh ketakutan. Aku melihat awan hitam itu semakin membumbung tinggi.


    Ini semua bagaikan mimpi buruk. Aku merasa seperti berada diantara mimpi dan kenyataan. Sulit percaya dengan apa yang terjadi di hadapan kami. Ya, gunung Marapi itu mengeluarkan letusan erupsi yang sangat besar. Kami panik, kami bingung dan langsung berhamburan menyelamatkan diri. Aku menoleh ke arah puncak, terdengar suara teriakan, tangisan orang - orang berhamburan turun. Kabutpun turun, dan pandangan mulai terbatas. Oh Tuhan, tidak, apa ini yang sedang terjadi? Seolah aku tak percaya. Aku merasa berada dalam mimpi namun kaki ini terus berupaya berlari agar bisa menyelamatkan diri. Tubuhku terkena batu - batu kerikil tajam yang panas jatuh dari arah atas kawah. Semakin lama aku melihat banyak hujan batu kerikil. Aku ketakutan dengan apa yang terjadi. Seolah seperti mimpi. Kaki ini terus berlari.


   Aku terus berlari, seketika aku lupa dimana teman - temanku berada? Aku tidak melihat mereka lagi. Kemudian aku menoleh kebelakang, dan aku melihat 3 orang temanku dibelakang terpeleset hampir jatuh ke jurang lereng Marapi yang dipenuhi bebatuan tajam. "Adan, tolong kami!". Mendengar teman - temanku dibelakang berteriak meminta tolong, membuat aku semakin panik. Aku sangat iba dan terpukul, melihat teman - temanku dalam bahaya. Gunungpun semakin kuat mengeluarkan letusannya. Tanpa memikirkan keselamatan aku berlari berusaha kembali kepada teman - temanku yang dalam bahaya. Aku berlari merangkak dalam lereng berusaha menggapai mereka ditengah gempuran hujan batu dan abu tebal panas yang mulai turun menyelimuti kami.


     Dengan sigap aku mengulurkan tanganku agar teman - temanku dapat menggapaiku. Mereka saling berpegangan dan berusaha meraih bebatuan agar tidak terperosok kedalam jurang. Salah seorang teman berhasil memegang tanganku dan yang lain juga saling berpegangan dengan batu juga. "Ya Allah tolong kami!". Aku harus menyelamatkan teman - temanku. Sekuat tenaga aku menarik mereka ke atas. Akhirnya aku berhasil menarik mereka keluar dari bibir jurang. Namun kami dalam bahaya besar. Erupsi terjadi dalam hitungan detik yang sangat cepat. Ini adalah erupsi yang terjadi secara mendadak, tidak ada tanda - tanda gunung akan meletus sebelumnya. Suasana panik ketakutan selalu menyelimuti kami.


    Semuanya sangat panik dan sangat takut. Kami tidak punya waktu. Aku berlari sekuat tenaga menuruni diantara lereng - lereng bebatuan tajam. Tanpa aku sadari, aku terpeleset menuruni tebing cadas. Aku terjatuh, tersungkur diantara bebatuan cadas. Tubuhku terguling - guling menghantam batu. "Aghh" aku memekik, mengeram menahan rasa sakit yang teramat besar menghujam seluruh tubuhku. Aku tak berdaya dan hampir pingsan. Aku bangkit merangkak, namun tubuhku terjatuh ke lereng jurang. Bebatuan semburan dari letusan diatas menimpa tubuhku dan kakiku. Sangat sakit! Kepalaku berdarah kena hujan batu. "Kakiku, oh tidak, aku tidak merasakan kakiku lagi!". Aku menyadari kakiku patah dan remuk.

    

Aku lemah tak berdaya, aku terbaring dibalik batu ini. " Ya Allah, lindungilah kami!". Aku berzikir dalam ketakutan. Sulit membayangkan semua kejadian ini. Aku tidak tau lagi dimana teman - temanku. "Ya Allah selamatkan kami! ". Tubuhku dipenuhi luka dan terbakar dikarenakan abu panas erupsi. Kulihat kulitku melepuh. Seluruh tubuhku merasakan sakit yang dahsyat. Kedua kakiku telah patah. Sekuat tenaga aku merangkak berusaha menggapai sebuah pohon. Berlindung dari abu panas dan hujan batu. Kemudian aku bersandar dibalik batu besar dibawah sebatang pohon. Aku sangat tak berdaya. Sementara hujan batu dan abu panas terus menghujam jatuh menyelimuti.


    Mataku mulai tertutup demi menahan rasa sakit diseluruh tubuhku. Aku tidak mendengar apa - apa lagi, tiba - tiba semuanya menjadi hening. Aku kehilangan kesadaran, sampai suatu ketika aku terbangun, dibangunkan dengan suara langkah kecil tertatih - tatih. Terdengar langkah itu tersungkur, dan kembali melangkah lagi. Langkah itu terus berjalan ke arahku. Aku mulai membuka mataku. Aku tidak melihat siapa - siapa, kecuali hanya melihat seperti sebuah bayangan berjalan merangkak, sambil memegang pahanya. Bayangan itu mendekat, semakin dekat, semakin jelas aku melihat seperti seorang perempuan berlumuran debu pekat. Aku tidak mengenali wajahnya. Wajahnya tertutupi oleh pekatnya abu.


   Gadis itu tersungkur, berhenti tepat di hadapanku. "Ya Allah, tolong kami! ", ucap perempuan itu dengan lirih. Perempuan itu kemudian menangis terduduk tak berdaya dihadapanku. Aku melihat kepalanya terluka dan kulit serta wajahnya juga turut melepuh. Aku mulai membuka mulut, sambil menahan rasa sakitku. Aku ingin menggapai membantu gadis itu, namun aku tidak bisa bergerak lagi. Aku menyadari kondisinya yang  sangat menyedihkan. Perempuan itu melirih kesakitan sekujur tubuhnya terbakar karena abu letusan. "Aku tidak kuat", "sakit, panas!" kata gadis itu sambil menangis. Seketika aku tersentak menyadari melihat warna pakaiannya yang berwarna pink tergores dibalik selimut abu tebal ditubuhnya. Aku mengenal gadis ini! Ya, aku menyadari dialah gadis dengan jaket pink yang aku temui dipuncak. Gadis malang itu sekarang juga sekarat sama sepertiku.


   "Ayok kesini, berlindung dibalik pohon dan batu ini!" ucapku. Gadis itu menangis, terlihat trauma yang sangat dalam. Gadis itu tidak bisa berkata - kata. Hanya menangis dan putus asa. Kemudian dia mulai mengatakan sesuatu. "Teman - temanku!" katanya sambil terbata - bata, dengan suara lirih. "Semuanya hilang" lanjutnya dengan nada iba. Gadis itu tak berdaya lagi. "Ya Allah", air mata ini tak kuasa membayangkan apa yang telah terjadi. Semua terasa mimpi. Aku sangat kasihan pada gadis ini, sementara aku juga terluka parah. Aku tak kuasa menahan kesedihan kami ini. Air mataku mengalir membayangkan nasib kami di gunung ini. Aku hanya bisa pasrah, seluruh tubuhlku sakit. Gadis ini juga pasrah dan tak berdaya. Terlihat tubuhnya dipenuhi luka seperti telah terperosok kedalam lubang bebatuan. Ya, kami berdua sama - sama pasrah dan kehilangan tenaga.

 

 Tubuh kami sama - sama menahan pedihnya rasa sakit ini. 'Kami tak berdaya ya Allah'. 'Tolong kami'. Betapa malangnya kamikami disini. Meski dalam rasa kesakitan yang teramat besar, aku merasa sangat iba dengan gadis ini. Kami belum juga mendapatkan pertolongan disini. Mungkin orang - orang dibawah juga ketakutan melihat erupsi. Masih sangat jauh untuk bisa menggapai bawah gunung. Namun apa daya, kakiku tidak bisa berjalan lagi, seluruh tubuhku sakit yang teramat. Kemudian aku menoleh kepada gadis malang ini. Gadis yang sebelumnya membuat hatiku berdebar, sekarang berubah seperti seorang gadis tak berdaya. Hampir aku tidak mengenalinya. Dia terus menangis, dan kami berdua sangat menderita. Beberapa saat kemudian, semuanya terdengar hening, seperti tidak ada suara kehidupan. Asap kabut mulai menghilang.


  Aku terus menatap gadis malang ini. Gadis itu terlihat kosong, dan melirih kesakitan. Air mataku menetes, mengalir atas apa yang terjadi menimpa kami. Aku melihat gadis itu ingin mendapatkan bantuan. Matanya yang  pasrah melihat kepadaku. Aku juga melihat butiran air mata mengalir di pipinya yang dipenuhi debu panas itu. Dia tidak kuat, gadis malang ini hampir pingsan. Sambil terbaring, aku mulai berusaha meraih HP dalam saku celanaku. Namun, tanganku juga terasa sakit. Aku butuh sekuat tenaga hanya untuk meraih HP didalam saku celanaku sendiri. Kemudian aku berhasil mengambil HPku. Aku menoleh kepadanya. "Ini!" ucapku pada gadis itu. "Pakailah HPku dan carilah bantuan!". "Hubungi siapa saja!' kataku. Gadis itu memandangku dengan mata kosong berkaca - kaca. Kemudian dia mengulurkan tangannya mengambil HP dari tanganku. Gadis itu tampak mulai menghubungi seseorang. Gadis itu berhasil menghubungi keluarganya lewat HP yang aku berikan.


    Aku bersyukur dia berhasil menghubungi keluarganya. Setelah itu, dia juga berhasil menghubungi keluargaku di Pekanbaru. Memberitahukan keadaan kami yang sekarat dan terjebak saat ini. Gadis itu juga sempat mengambil foto kami berdua untuk dikirimkan pada kelurgaku sebagai bukti bahwasanya kami dalam bahaya dan butuh pertolongan sesegera mungkin. Saat ini, kami sangat mengharapkan menunggu bantuan tiba dari siapapun saat ini. Sungguh kami tak berdaya. Haripun mulai gelap. Tidak ada penerangan. Ya, kami di atas gunung, masih jauh kebawah. Berharap ada warga lokal yang datang menolong kami. Beberapa waktu yang sangat lama. Kemudian terlihat beberapa langkah kaki turun mendekat. Ternyata ada 2 pendaki yang lain berjuang menyelamatkan diri menuju kami. Kami berkumpul, dalam keadaan yang tak pasti. Tidak ada pertolongan. Malam sangat gelap dan dingin. Tubuhku sangat kedinginan, haus dan kelaparan. Aku melihat gadis itu juga kedinginan, haus dan kelaparan. Tidak ada yang bisa kami makan. Kami berjuang melawan ketakutan, kesedihan, dan kesakitan ini bersama - sama. Aku tetap tidak bisa merasakan kakiku. Seluruh tubuhku menjadi semakin sakit.


     Dalam keadaan gelap gulita, kami mendengar suara manusia datang dari arah bawah. Kami melihat cahaya lampu. Sinaran cahaya senter yang datang, membawa harapan bagi kami. Akhirnya pertolongan datang. Kami melihat ada 2 pemuda datang. Mereka terlihat seperti warga kampung. "Pak tolong kami!" kataku. "Tolong" kata gadis itu dengan lirih. Pemuda itu bergegas menghampiri kami. Mereka terlihat panik melihat kondisi kami. Pemuda warga kampung itu datang lalu menenangkan kami. Mereka tidak punya perlengkapan pertolongan. Hanya berbekal diri saja. Namun, kami bersyukur ada yang datang. "Harus ada yang bisa ditolong" kata pemuda itu. "Bawa kami turun pak", ucapku. "Kondisi kakiku tidak bisa berjalan". "Gadis ini juga tak berdaya pak". "Bawalah dia terlebih dahulu pak, selamatkan dia, bawa dia turun" ucapku. Kami sama - sama pasrah  "Lalu kamu bagaimana?" "Ayo kita sama - sama berjuang turun!". Gadis itu seperti memohon padaku. "Aku tidak bisa, kakiku patah", "aku tidak sanggup lagi berjalan" sahutku. Biarlah aku menunggu pertolongan untuk ditandu dari sini".


   "Kamu harus segera turun, selamatkan dirimu terlebih dahulu" kataku kembali pada gadis itu. "Jangan pedulikan aku, aku kuat disini" sambungku. " Bawalah HPku bersamamu dan carilah pertolongan dibawah!" kataku. "Hati - hati dengan jurang". Kemudian aku melihat mata gadis itu berkaca - kaca memandangku. Lalu gadis itu melangkah mengikuti permintaanku. "Bawa dia turun pak" kataku kepada pemuda itu. Akhirnya, gadis itu mulai digendong oleh pemuda tangguh itu. Mulailah saat kami berpisah. Kemudian dia berusaha menolehku sambil berkata "Terima Kasih!" "Jaga dirimu baik - baik disini", "kamu pasti kuat". Sesaat dia berhenti berbicara dan kembali mengatakan sepatah kata terakhir "Zhafira!" dengan mata berkaca - kaca. Akhirnya dia menyebut namanya padaku. Terlihat jelas gadis itu berat meninggalkanku. Gadis itu berlalu pergi dibawa turun oleh pemuda lokal tersebut. Aku melihatnya pergi. Sebuah kepergian untuk selamanya. Aku merasakan jika kami tidak akan bersua kembali. "Zhafira" itulah kata terkahir yang aku dengar darinya. Aku merindukan seseorang yang baru saja pergi.


  Aku mulai membayangkan saat pertama kali kami bertemu di dekat kawah. Aku masih ingat senyum gadis berbaju pink itu. Aku tidak bisa melupakan tatapan matanya kepadaku, yang membuat jantungku serta merta berdebar. Kemudian mereka membawa Zafira  pergi, dan kulihat bayangannya semakin jauh. Bayangan dikegelapan malam itupun semakin hilang. Aku tidak melihat cahaya lagi. Semuanya gelap dan sunyi. Bertambah malam, tubuhku yang terbaring mulai bertambah dingin, seperti es. Aku tidak bisa melihat apa - apa lagi. Bantuan yang aku harapkan belum juga datang. Pendengaranku mulai menjadi hening, aku mulai tidak merasakan apapun ditubuhku. "Ma, Pa," aku teringat akan kedua orang tuaku dirumah. Aku merindukan keluargaku dirumah. Aku yakin mereka mencemaskan kondisi aku sekarang.

   

Tubuhku semakin sakit, aku mulai kehilangan kesadaranku. Aku mulai tidak ingat apapun. Samar - samar aku teringat jika disakuku ada sekuntum bunga Adelweiss yang aku petik di puncak Marapi. Bunga yang aku petik untuk seseorang yang aku cintai. Aku mulai bermimpi. Dalam mimpi, aku melihat sebuah cahaya putih datang seperti kilat menghampiriku. Kulihat sosok bercahaya itu datang mengulurkan tangangannya kepadaku, seolah ingin menolongku. Sosok cahaya itu memberikan aku dua buah sayap yang putih terang benderang. Kemudian cahaya itu memberikan aku sayap tambahan yang ketiga, sebuah sayap yang sangat besar, megah dan bersinar. Mimpiku itu membawaku kepada kebahagiaan yang hakiki. Aku tersenyum melihat sayap - sayapku ini. Kebahagiaanku membuat seluruh sakit ditubuhku menjadi hilang. Kemudian aku tidak mengingat apapun lagi, kecuali aku hanya mengingat Rabbku untuk yang terakhir kalinya.(*)

Bersambung......


Penulis : Bion E Koto.

Posting Komentar

0 Komentar

Selamat datang di Website www.indsatu.com, Terima kasih telah berkunjung.. tertanda, Pemred : Yendra