Pasca Dodi Hendra mendampingi Epyardi Asda di kantor DPD Gerindra tempo hari lalu,ingatan masyarakat Solok kembali di tarik ke polemik beberapa petinggi Gerindra dan bupati Solok epyardi Asda,dalam hal ini penulis mencoba merangkai rangkaian kejadian,bukan maksud memojok kan salah seorang figur elit partai,tapi semua kejadian tidak lepas dari peran peran elit politik,saling pengaruh mempengaruhi,tunggang menunggangi yang bermuara pada kerugian Sumber daya partai,dalam hal ini penulis melihat yang paling mengalami kerugian sumber daya adalah partai Gerindra,tapi semua ada sebab dan musabab bak kata pepatah ada api baru ada asap.
Masih lekat dalam ingatan betapa gagah dan gempita nya barisan barisan ASDA -PANDU, sehingga koalisi PAN dan GERINDRA berhasil di tetap kan melalui pleno KPU setelah melewati rangkaian proses sengketa di MK,pasangan ASDA - PANDU di Lantik jadi kepala daerah kabupaten Solok,tentu nya kedua belah pihak senang.masih hangat aura kemenangan dimana seluruh kader masih dalam euporia kemenangan,dan yang namanya koalisi pemenang,tentu nya deal deal koalisi berjalan sebagaimana mestinya,nah terjadilah riak kecil dalam internal Gerindra di deal deal politik ini,(secara komitmen EA tidak melanggar dan tidak pula melakukan upaya untuk melanggar deal deal politik yang telah di sepakati),kalau di telaah secara benar,riak ini sangat tidak pas dan tidak patut untuk terjadi,pasal nya kerusakan yang di timbulkan ke Sumber daya partai tidak seimbang dengan pemicu konflik,disini penulis tidak bisa merinci detail tapi secara umum konflik terjadi di sinyalir karena keberatan nya JFP atas orang orang yang di tempat kan di deal deal politik itu orang orang nya DH, hal ini akhirnya memicu konflik dan terjadilah konspirasi untuk menjegal DH terutama dari posisi ketua DPRD,fakta di lapangan berkesesuaian dengan bergulirnya mosi tak percaya kepada saudara DH,dan ada Isyu yang berkembang JFP memanggil seluruh ketua fraksi kerumah nya kecuali fraksi Nasdem dan PPP,untuk merancang skenario Mosi tak percaya terhadap DH.
mosi tak percaya pun tak berhasil malah memperbesar Polemik,secara kepartaian Gerindra terseret secara langsung dan ketua DPD Andre rosiade merasa tersinggung urusan rumah tangga partai nya di obok obok dari luar,Andre dalam hal ini sangat punya alasan,karena ketua DPRD kabupaten Solok adalah hak nya partai Gerindra apa urusan nya fraksi fraksi lain turut campur dalam mosi tidak percaya tersebut,nah hal ini semakin memperbesar polemik dan juga menyeret EA sebagai kepala daerah,dan sempat juga memicu terjadinya hubungan kurang harmonis antara EA dan AR,AR kembali mencoba mencari benang merah nya dengan merajut kembali dan memperbaiki hubungan kader Gerindra terutama antara DH sebagai ketua DPRD dan fraksi berikut JFP, sebenarnya konsep yang di tawarkan AR sangat bagus dan bisa multifungsi,AR menyarankan JFP di hibahkan dan konsentrasi jadi Wabup dan kepengurusan DPC di karateker,ini sangat beralasan dengan situasi politik yang sudah terlanjur retak antara koalisi tentu nya JFP terjebak pada posisi yang dilematis,satu sisi sebagai Wabup,satu sisi sebagai ketua DPC Gerindra,hal ini tentu nya untuk melakukan langkah langkah taktis tak efektif,awal nya konsep berjalan dengan baik,tapi entah apa yang di pikirkan JFP dalam satu kesempatan jumpa pers dan menyatakan tegak lurus bela kader.
Nah disinilah polemik makin membesar dan EA sangat tidak menerima,pasal nya EA merasa tak punya kepentingan dengan konspirasi awal internal Gerindra dan di seret seret ke konflik internal Gerindra dan ujung ujung nya JFP buat pernyataan tegak lurus bela kader seolah olah EA punya skenario mau menghancurkan Gerindra(dalam pernyataan video EA mengklarifikasi dia tidak terlibat dalam kisruh Gerindra dan hanya di seret seret,yang salah itu JFP) polemik makin membesar dan tak terkendali serta menghasilkan polemik polemik lain yang kalau di kait kait kan buntut dari polemik internal Gerindra,tapi dalam hal ini penulis tidak sedang mengupas histori polemik EPYARDI dan Dodi Hendra berikut partai Gerindra,tapi penulis ingin mencoba melihat nya dari sisi pandang lain, menurut pengamatan penulis JFP gagal dalam mengkomunikasikan dan mengkonstruksi kan langkah dan strategi dalam menjalan kan skenario mosi tak percaya yang di lakukan terhadap kader nya sendiri DH,dan dapat di simpulkan JFP memang belum memenuhi kriteria kepemimpinan yang kuat kalau di lihat cara nya berkonflik,tidak matang dalam perhitungan langkah yang berakibat partai mengalami kerugian sumber daya yang luar biasa ,sebagai partai pemenang pilkada di kabupaten Solok,kader tidak terkonsolidasi dengan baik,yang berujung pada situasi partai mendapatkan hasil buruk imbas dari konflik dan polemik yang panjang, masyarakat kabupaten Solok tergiring ke opini yang kurang menguntungkan partai Gerindra,opini berkembang lama lama akan jadi sesuatu yang bikin penasaran masyarakat tergiring untuk mencari dan menganalisa penyebab nya, konsekuensi kepemimpinan partai yang buruk dan pengemasan polemik politik yang tidak matang.dapat dilihat dari hasil pileg kemaren dimana Gerinda disalip oleh PAN, Golkar dan NASDEM.
Sampai pileg kemarin nuansa perang dingin JFP dan DH tidak menunjukkan tanda tanda sudah berakhir,ini bisa dilihat dengan jelas dan terang dalam sosialisasi pileg yang sebelum penetapan caleg Dodi Hendra sebagai ketua DPRD kabupaten Solok sudah memasang boliho dengan posisi no urut 1 di dapil nya,tapi secara tiba tiba di DCT Dodi Hendra malah di posisi no 2,entah apa dasar pertimbangan nya,tapi secara tidak langsung ini menjadi pertanyaan di tingkat tokoh tokoh penggiring Massa di tengah masyarakat, tersugesti ke benak publik bahwa kalau di Gerindra penghormatan terhadap kader lemah,dan secara internal ini memperuncing persoalan dan membuat kelompok yang pro DH tidak terima,makan nya di pileg kemarin internal Gerindra tidak terkonsolidasi dengan kuat,yang berujung pada kegagalan mempertahankan kursi,ini salah satu topic yang banyak di bicarakan masyarakat,
JFP secara terang dan tegas dan ter konfirmasi oleh fakta di lapangan, buntut dari kader tidak terkonsolidasi dengan baik, banyak kader yang dulu nya bangga sebagai kader Gerindra berpindah, begitu juga dengan simpatisan,opini partai Gerindra di zholimi oleh EA tidak berhasil karena JFP gagal mempertahankan budaya SOLID di tubuh Gerindra,di tambah upaya penjegalan terhadap kader terbaik Hambalang 2022 menambah lemah nya ke SOLID an di tubuh Gerindra.
Jadi bisa di simpulkan EPYARDI ASDA dzalimi partai Gerindra adalah upaya penggiringan opini yang gagal,dan malah membuka borok JFP pelan pelan atas pola kepemimpinan yang di terapkan sebenarnya malah terkesan arogan tanpa memperhatikan konsekuensi dari langkah langkah dan manuver manuver yang di lakukan,dan berakibat semakin melemah nya kekuatan dan kekompakan kader partai.(bersambung)
Penulis":relawan Prabowo -Gibran Solok
0 Komentar