INDSATU - Bila tak ada api, tentu tak ada asap. Sepantun siang yang terik, bikin kita gelisah kepanasan. Seharusnya di sebuah taman, orang merasa adem, sesuai fungsinya sebagai ruang publik. Fasiltas untuk bermain tercukupi, sejalan dengan jenis dan pemanfaatan taman tersebut
Ulasan, Syarifuddin Arifin, Sastrawan/penyair Presiden Ziarah Kesenian Nudantara (ZKN) Indonesia 2017 – sekarang. Beberapa sajaknya telah diterjemahkan ke Bahasa Inggris, Prancis dan Roadshow kebeberapa Kota di Indonesia, Thailand, Malaysia dan Singapura, baik sebagai pemateria maupun peserta, menarik untuk dibahas.
Khusus Taman Budaya, katanya tentu ada fasilitas aneka bentuk dan jenis budaya, seperti panggung pertunjukkan, galeri, ruang latihan, ruang diskusi. Peralatan kesenian dan senimannya giat berlatih, berkreasi, mengolaborasi, inovatif dan menggelar mempertunjukkanya
Ketika Taman Budaya diserahkan ke provinsi, berubahlah kebijakan pengelolaan. Gedung lama dibongkar dan dibikin baru. Biar lebih mentereng dan termegah di Indonesia Bagian Barat
Eh, ternyata mangkrak, pemborong berulah. Tiang tiang beron meranggas, sebagian tampak murung, diam menghitam. Bagaikan hutan yang dibabat, pohon.pohon beton tak berdaun
Eh, tiba tiba sebagiannya, pada Zona C terjadi perubahan fungsi menjadi hotel. Polemik pun muncul. Pihak Dinas Bina Marga Cipta Karya dan Tata Ruang (BMCKTR) Provinsi Sumatera Barat, mengundang 10 seniman dan budayawan untuk diskusi terpumpum.
Diundangan tertulis Forum Group Discussion (FCD) DED Reviu Gedung Kebudayaan Sumatera Barat tentang perubahan fungsk Zona C GKSB. Padahal, ketika lahan bangunan dipagar dan pekerjaan sudah dimulai, para seniman – budayawan yang diundang merasa tidak ada keganjilan.
Justru FGD 22 Desember 2022 itulah yang memicu adrenalin. Karena merasa diranjau. 8 orang menolak, satu orang tak ada komentar, 1 orang tak hadir. Uraian dan komentar peserta FGD tersebut, sudah diekspose oleh Yurizal Yunus
Kaum nyinyiran ngomong seenaknya. Ibarat pedagang sayur di Pasar Tradisional atau pasar kaget yang muncul disetiap persimpangan jalan. Tapi, kesenian dan senimannya bukan sayur yang cukup digelar ditrotoar. Bila kerja dan kepentingan seniman terganggu, mereka tak akan turun kejalan.
Jawabannya tentu tidak, pedagang tentu cari untung sepanjang pembeli tidak dirugikan. Pembeli dan penjual sepakat. Begitulah pasar bergulir, mengalir bak air dipancuran. Meski, disana ada pengamat yang resah. Pemerintah tak mampu menjaga harga pasar, ibu ibu rumah tangga kewalahan, karena gaji suaminya tidak mencukupi. Lalu, ada yang menjawab, bahwa pupuk mahal. Belinya pakai dollar. Satu dollar Amerika nyaris 15 ribu rupiah
Kesenian jelas, bukan sayur yang layu bila kepanasan. Nilai nilai kemanusiaan, filosofis tatakehidupan yang berbudaya akan dirasakan kemudian hari. Seni budaya adalah peraut tata kehidupan masa kini dan masa datang. Pemerintah berkewajiban menjaga nilai nilai ini, jangan sampai budaya kita (Minangkabau) layu dan menunduk berhadapan dengan kebudayaan daerah lain.
Kebudayaan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan cipta, rasa, karsa dan karya masyarakat. Sebagaimana pasal 55 UU No 5 tahun 2017, tentang Pemajuan Kebudayaan dengan 10 objeknya, yakni tradisi lisan, manuskrip, adat istiadat, ritus, pengetahuan tradisional, seni, bahasa, permainan rakyat dan olahraga tradisional
Bekas arena padang Fair yang kemudian jadi Pusat Kesenian Padang, lalu jadi Taman Budaya yang merupakan rumah seniman sejak 1970 an. Karena, disanalah semua aspek tersebut dibincangkan, debat kusir saling mempertahan pendapat. Pengetahuan tentang adat istiadat, pengetahuan tentang tradisi, lisan, tulis, bahasa dan seni, cerits cerita rakyat (mitos dan kaba), diolah alih menjadi wacana pertunjukkan. Sekarang tinggal kenangan, sudah hilang oleh arogansi kekuasaan. (Nv)
Sumber : investigasi online.
0 Komentar